MENJADI PELATIH BELA DIRI


sumber: picdeer.com

Bagi para praktisi bela diri, keberadaan seorang pelatih menjadi sesuatu yang penting. Pelatih adalah sosok yang akan menentukan arah bagi murid/atletnya dalam mengembangkan diri. Ia yang mengarahkan bagaimana sebaiknya seorang murid berlatih. Ia melihat potensi, kelebihan, dan kelemahan murid-muridnya, kemudian mengarahkannya agar semua potensi yang ada dimiliki bisa dikeluarkan secara maksimal.

Potensi yang Berbeda
Setiap orang memiliki potensi yang berbeda. Lebih di satu sisi, dan kurang di sisi yang lain. Hal tersebut dalah fitrah, ketetapan yang Maha Kuasa dan tak mungkin kita hindarkan. Pelatih harus jeli melihat apa kelebihan dan kekurangan muridnya. Hal ini bisa digunakan untuk mencari metode dan pendekatan melatih yang tepat bagi murid-muridnya.

Contoh sederhananya, ada 2 orang murid yang mendaftar untuk belajar bela diri di tempat anda. Katakanlah namanya Andre dan Bryan. Andre memiliki karakteristik tubuh yang lentur dan lincah, sehingga ia tidak terlalu kesulitan ketika harus beraktivitas secara fisik. Namun Andre terlalu lama dalam memahami penjelasan dari pelatih, sehingga ia tak bisa melakukan gerakan yang diajarkan oleh pelatih dengan baik. Sebaliknya, Bryan memiliki tubuh yang kaku dan cenderung sulit untuk banyak beraktivitas secara fisik. Tapi, ia cepat dalam memahami penjelasan dari pelatihnya. Jadi, ia tahu gerakan apa yang harus ia lakukan, tetapi ia kesulitan untuk melakukannya secara lembut.

Dua orang yang memiliki karakteristik seperti ini tentu sulit jika diajari dengan cara yang sama. Maka, pelatih harus mencari metode dan pendekatan yang berbeda agar apa yang ia ajarkan dapat diterapkan oleh keduanya dengan baik. Bisa jadi solusi untuk keduanya seperti ini,

Andre harus diajari secara pelan, step by step, dan menggunakan banyak hitungan. Lama kelamaan hitungan tersebut dikurangi atau disederhanakan. Setelah bentuk gerakannya sudah terlihat baik, maka hitungan tersebut dihilangkan dan dilihat bagaimana sekarang Andre melakukan gerakan yang telah diajarkan.

Sebaliknya, Bryan mungkin butuh lebih banyak olah fisik terutama pelenturan agar badannya lebih mudah dan enteng untuk digerakkan. Pelatih harus sering membantu Bryan untuk melakukan gerakannya dengan sedikit dorongan, tekanan, atau sentuhan pada bagian tubuh yang gerakannya masih kurang. Dengan pembiasaan dan latihan pelenturan yang rutin, lama-kelamaan akan ada perubahan ke arah yang lebih positif.

Keduanya hanya contoh sederhana. Dalam prakteknya, tentu bisa lebih kompleks. Apa lagi bagi pelatih yang menangani murid dalam jumlah yang banyak, pasti tantangannya akan lebih sulit. Namun, pengalaman akan menuntun seorang pelatih agar ia dapat mendidik begitu banyak murid dengan karakter yang berbeda-beda. Berinovasi dalam metode dan pendekatan dalam melatih adalah hal yang lumrah dalam sebuah latihan. Jangan menutup diri dari masukan orang lain. Selama masukan tersebut tidak melanggar adat, aturan, dan teknik dasar bela diri yang kita tekuni, sah-sah saja untuk kita lakukan. Utamanya dalam hal metode dan pendekatan ketika melatih. 

Pernahkah kalian menonton film Kung Fu Panda 3? Apa yang dilakukan Po ketika ia harus menghadapi Kai yang kala itu memiliki kekuatan Chi dari seluruh pendekar di Cina? Po membuat pasukan sendiri yang beranggotakan keluarga besarnya, panda-panda imut dan menggemaskan.

sumber: mythgyaan.com

"Kekuatanmu yang sebenarnya berasal dari menjadi yang terbaik dari yang kau bisa. Jadi siapa dirimu? apa kelebihanmu? apa yang kau cintai? apa yang membuatmu menjadi "dirimu"?"

Ya, itulah yang Po katakan sebelum ia melatih sekumpulan panda lucu untuk berlatih Kung Fu. Po melatih sesuai dengan bakat panda-panda tersebut. Yang bisa bermain dan menimang-nimang bola, ia ajarkan dengan bermain dan menimang-nimang bola. Yang bisa menari dengan tali, ia ajarkan dengan menari dengan tali. Yang hanya bisa menggelinding, ia minta untuk menggelinding. Dan akhirnya semua panda itu bisa mengeluarkan potensi Kung Fu terbaiknya lewat keterampilan yang mereka miliki.

Memang, hal tersebut hanya kisah fiksi yang terjadi dalam film animasi. Tapi, bukan itu poin pentingnya. Poin pentingnya adalah pelatih memiliki peran untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh muridnya sesuai karakter yang dimiliki. Pelatih tidak serta merta bisa meminta muridnya melakukan apa yang ia lakukan, meniru 100% dirinya. Tetapi pelatih juga harus melihat dan memahami karakter muridnya. Dengan demikian pelatih dapat mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk mendidik muridnya.

Membangun Karakter
Tak hanya membangun muridnya secara fisik, keberadaan pelatih juga berperan dalam membangun mental murid-muridnya. Kedisiplinan, percaya diri, dan tanggung jawab menjadi beberapa unsur penting yang harus dimiliki seorang murid dalam berlatih. Mental yang baik juga dapat meredam sisi negatif soerang praktisi bela diri, sehingga ia tidak menyalahgunakan kelterampilan bela dirinya di jalan yang salah.

Menjadi seorang pelatih bela diri tidaklah mudah. Salah jalan sedikit saja, seorang murid bisa menggunakan keterampilan bela dirinya ke jalan yang salah. Pernahkah kalian menonton film Karate Kid? Apa yang Mr. Han katakan kepada Dre Parker ketika ia terus dikerjai dan sering dikeroyok oleh teman-temannya yang ahli Kung Fu di sekolah?

sumber: mythgyaan.com

Tidak ada murid yang buruk, yang ada hanya guru yang salah mengajarkan".

Iya kira-kira seperti itulah tanggung jawab seorang pelatih. Jika pelatih mendidik muridnya untuk menjadi seorang petarung, maka ia hanya akan menjadi seorang petarung. Namun, Jika ia mengajarkan nilai-nilai moral dan filosofi yang baik dibalik bela diri yang ia ajarkan, maka niscaya murid tersebut dapat secara bijak menggunakan keterampilan bela dirinya di jalan yang benar.

Pada dasarnya, semua bela diri pasti memiliki nilai moral dan filosofi yang baik di balik semua gerakannya. Sebagai contoh, bela diri Shorinji Kempo memiliki 2 nilai dasar yang diajarkan kepada para murid atau kenshinya. Yaitu kekuatan dan kasih sayang. Jika kekuatan menjadi dasar seorang kenshi dalam mengolah fisiknya, maka kasih sayang menjadi kontrol agar kenshi tidak menyalahgunakan keterampilan bela dirinya. Bela diri adalah salah satu wadah untuk membangun karakter seseorang. Baik atau buruknya karakter seorang murid tentu bergantung kepada guru atau pelatih yang mendidiknya.

Kekuatan Adalah Tanggung Jawab
Menguasai keterampilan bela diri berarti membuat kita memiliki kelebihan dibanding dengan orang lain. Karena tidak semua orang mampu memilikinya. Namun, kelebihan ini bisa jadi bumerang yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain. Keterampilan bela diri bukan hal yang bisa digunakan asal-asalan atau hanya untuk pamer tanpa ada alasan yang jelas. Ujung-ujungnya bela diri yang kita kuasai tidak memiliki manfaat apa-apa dan cenderung merugikan orang lain.

Pelatih memiliki peran besar agar para muridnya tidak menyalahgunakan keterampilan bela diri yang mereka miliki. Kelebihan yang mereka miliki harusnya bisa bermanfaat untuk diri mereka sendiri, bahkan juga untuk orang lain. Dari asal kata nya saja “bela diri”, berarti kita hanya perlu menggunakan keterampilan bela diri jika memang kita harus membela atau melindungi diri dari bahaya. Tidak serta-merta bisa kita pamerkan ke orang-orang. Atau bahkan kita gunakan untuk menyakiti orang lain yang tak bersalah apa-apa.

Bela diri harusnya bisa membuat seseorang meredam sisi emosionalnya. Memiliki keterampilan bela diri berarti kita juga memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab untuk menggunakannya agar bermanfaat bagi sesama. Tanggung jawab untuk mengajarkannya kepada murid-murid kita jika pelatih kita kelak sudah tak sanggup lagi untuk melatih. Tanggung jawab untuk menjaganya agar tak keluar jalur dan disalah gunakan oleh orang lain. Karena “seiring datangnya kekuatan, datang pula tanggung jawab”. Maka jika kita menjadi seorang pelatih, janganlah hanya mengajarkan tentang bagaimana menendang, memukul, dan membanting. Tapi ajarkan pula kasih sayang, nilai luhur, dan filosofinya sebagai alat untuk mengendalikan keterampilan bela diri yang kita miliki.

sumber: pinterest.com


Bukan Hanya Soal Medali atau Prestasi
Pada zaman modern seperti sekarang, banyak anak-anak muda yang mempelajari bela diri hanya karena ingin berprestasi. Oleh karena itu, banyak pula pelatih-pelatih yang mendidik murid-muridnya agar menjadi seorang juara. Dengan didikan yang keras dan disiplin tinggi, para pelatih saling berlomba agar anak didiknya bisa meraih prestasi tertinggi dalam sebuah turnamen atau kerjuaraan.


Tak bisa dipungkiri, berdiri di podium juara merupakan sebuah kebanggaan yang luar biasa. Maka, seorang atlet bela diri biasanya rela menghabiskan waktu berjam-jam dalam sehari untuk berlatih demi raihan prestasi tertinggi. Namun, jangan sampai mimpi untuk meraih podium juara ini membutakan hati seorang murid bahkan pelatihnya. Setiap bela diri tetap memiliki nilai luhur dan filosofi yang harus diajarkan. Sebagai olah raga, nilai sportivitas dalam bela diri juga harus tetap dijunjung tinggi. Kita sering menemui pelanggaran pencurian umur dalam sebuah turnamen bela diri utamanya dalam kelompok pelajar. Hanya demi prestasi, nilai kejujuran dan sportivitas dibuang jauh-jauh dan terkadang yang mengusulkan kecurangan seperti ini adalah pelatihnya sendiri. Lantas nilai moral apa yang ingin diajarkan seorang pelatih jika muridnya sudah diajari berbohong sejak dini? Maka jangan heran jika suatu saat murid tersebut menghalalkan segala cara demi meraih apa yang dia inginkan.

Tak jarang juga kita temui, seorang atlet bela diri yang kemudian hanya berlatih musiman. Musiman ketika ada turnamen atau ujian kenaikan tingkat saja. Jika sudah seperti ini, yang ada di benak murid tersebut hanyalah jadi juara, tak ada yang lain. Bodo amat dengan latihan rutin. Jika tidak ada turnamen, buat apa latihan keras. Pelatih harus mengarahkan kembali bahwa bela diri, bukan hanya soal medali atau prestasi. Di balik latihannya yang keras ada nilai luhur dan filosofi yang harus dipelajari. Jika hal ini terjadi terus-menerus dan bahkan turun-turun temurun maka nilai-nilai luhur dalam latihan bela diri akan hilang. Yang terjadi hanyalah sekelompok orang yang berlatih memukul, menendang, dan membanting tanpa ada “rasa tanggung jawab” yang harus dipikul.

sumber: mojok.co

Prestasi adalah bonus dari latihan yang dijalani. Jika hanya berlatih untuk meraih prestasi, maka hanya prestasi yang akan kita dapatkan. Namun, jika berlatih bela diri dengan se “utuh” nya, niscaya tak hanya prestasi yang akan kita dapat, namun juga nilai luhur dan filosofi di balik bela diri yang kita pelajari juga akan kita dapatkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SETELAH WISUDA MAU APA?

TIPE-TIPE MAHASISWA: MAKHLUK KAMPUS YANG SOK SIBUK

DILEMA TUGAS KELOMPOK